Komitmen Universitas Indonesia dalam menghadirkan riset berdampak nyata diwujudkan lewat inovasi alat pengekangan tikus untuk prosedur nebulisasi. Inovasi ini dikembangkan oleh tim peneliti Fakultas Kedokteran (FK) UI, yang melihat kebutuhan nyata di lapangan ketika para peneliti biomedis menghadapi kendala teknis dalam melakukan uji coba terapi inhalasi pada hewan laboratorium.
Dalam penelitian kesehatan, tikus sering digunakan sebagai hewan uji untuk berbagai macam percobaan, termasuk dalam pengembangan obat pernapasan melalui metode nebulisasi. Namun metode yang ada hingga saat ini masih memiliki banyak keterbatasan. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan box nebulisasi sebagai wadah pemberian obat. Cara ini dinilai kurang efektif karena obat dalam bentuk uap justru banyak menempel pada dinding box, sehingga hanya sedikit yang benar-benar terhirup oleh tikus. Alternatif lain adalah penggunaan sungkup pada tikus, namun metode ini membutuhkan pemberian anestesi agar hewan tetap diam selama prosedur berlangsung. Penggunaan anestesi tentu menambah risiko, mempersulit proses, dan tidak efisien, terutama bila nebulisasi perlu dilakukan setiap hari.
Hal ini ditegaskan oleh dr. Sandy Vitria Kurniawan, M.Biomed, yang menjelaskan bahwa alat pengekangan tikus merupakan suatu perangkat penting dalam menunjang keberhasilan prosedur nebulisasi pada hewan uji. “Hingga saat ini penelitian-penelitian terkait dengan prosedur nebulisasi pada tikus memiliki berbagai macam cara dengan berbagai kekurangan. Penggunaan box untuk prosedur nebulisasi tikus menyebabkan obat banyak yang terdeposit pada bagian dalam box dan mengurangi jumlah yang terhirup oleh tikus. Penggunaan sungkup tanpa alat pengekang memerlukan pemberian anestesi pada tikus agar tikus dapat diam ketika prosedur nebulisasi dilaksanakan. Hal ini tentu akan mempersulit terutama jika pemberian nebulisasi dilakukan setiap hari,” ujarnya.
Gambar 1: (Komponen Alat): Dalam gambar ini ditunjukkan komponen alat untuk pengekang tikus. Alat terdiri dari sebuah tabung akrilik (A) dengan dudukan sehingga tabung dapat berdiri disertai dengan 2 buah penahan leher (B dan C) dan 1 buah penahan badan (D)
Menjawab tantangan tersebut, tim peneliti FKUI menghadirkan sebuah solusi berupa alat pengekangan tikus yang dirancang khusus untuk mendukung prosedur nebulisasi tanpa harus menggunakan anestesi. Alat ini berbentuk tabung akrilik dengan panjang 20 cm dan diameter 7 cm. Pada bagian depan terdapat lubang berdiameter 2 cm sebagai jalur keluar-masuk udara, disertai delapan lubang kecil di sekelilingnya. Di dalam tabung, terdapat mekanisme pengunci berupa pelat besi geser untuk menahan posisi pengekang leher. Alat ini dilengkapi dengan dua penahan leher yang dibuat dalam ukuran berbeda untuk menyesuaikan bobot tikus (150–300 gram dan lebih dari 300 gram), satu penahan badan untuk menjaga posisi hewan, serta sebuah mesh nebulizer YM-252 yang berfungsi mengubah cairan obat menjadi partikel uap halus.
Gambar 2: Penggunaan alat penahan tikus. Tikus dimasukkan dengan ujung hidung keluar di lubang tengah. Penahan leher dipasang dan dikencangkan, kemudian penahan badan dikencangkan.
Prosedurnya pun sederhana. Tikus dimasukkan ke dalam tabung dengan posisi hidung menghadap ke lubang depan, lalu penahan leher dan badan dipasang dan dikunci. Nebulizer kemudian ditempatkan sejajar dengan lubang depan, sehingga uap obat dapat langsung terhirup oleh tikus secara optimal. Dengan desain ini, proses nebulisasi dapat berlangsung tanpa penggunaan anestesi, lebih praktis, dan sekaligus mengurangi risiko obat terbuang percuma.
Alat ini menawarkan sejumlah keunggulan signifikan dibandingkan metode yang telah ada sebelumnya. Efisiensi obat menjadi lebih tinggi karena uap langsung terhirup oleh tikus dan tidak banyak terdeposit di dalam wadah. Selain itu, tidak adanya penggunaan anestesi membuat prosedur lebih aman serta mudah dilakukan berulang kali. Desain akrilik yang transparan memudahkan peneliti untuk mengamati kondisi tikus selama prosedur berlangsung, sekaligus mempermudah pembersihan setelah digunakan. Fleksibilitasnya juga menjadi nilai tambah, karena alat dapat digunakan untuk tikus dengan ukuran berbeda berkat dua pilihan penahan leher yang tersedia.
Gambar 3: Pemasangan alat restrainer dengan alat nebulizer
Inovasi dari tim peneliti FKUI ini diharapkan memberikan dampak positif besar bagi dunia riset, terutama dalam bidang penyakit pernapasan dan pengembangan terapi inhalasi. Dengan prosedur yang lebih praktis, para peneliti dapat melakukan uji coba secara konsisten tanpa hambatan teknis yang memperlambat penelitian. Efisiensi dalam penggunaan obat juga berarti penghematan biaya riset, sementara hasil penelitian menjadi lebih akurat dan dapat diandalkan. Di tengah meningkatnya perhatian global terhadap penyakit pernapasan seperti asma, PPOK, hingga tantangan pandemi, alat semacam ini bisa mempercepat proses pengembangan obat-obatan baru yang lebih efektif.
Dengan lahirnya alat pengekangan tikus untuk prosedur nebulisasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sekali lagi membuktikan perannya sebagai motor inovasi di bidang sains dan kesehatan. Inovasi ini bukan hanya menyelesaikan kendala teknis yang dihadapi peneliti, tetapi juga membuka peluang lebih luas bagi riset biomedis yang berdampak langsung pada peningkatan kualitas hidup manusia. Melalui langkah nyata ini, UI menegaskan komitmennya bahwa riset tidak boleh berhenti di laboratorium, melainkan harus menghasilkan solusi yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
Penulis: M. Iqram