Sejak 2009, para petani yang bernaung dalam Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim (P2TPI) di Indramayu, Jawa Barat, rutin mengukur dan mencatat curah hujan setiap pagi untuk menentukan strategi tanam di tengah perubahan cuaca yang makin tidak menentu. Perubahan yang semakin tidak menentu tersebut membuat banyak petani gagal panen akibat salah menentukan strategi tanam di awal musim. Kalender musim yang digunakan dari generasi ke generasi kini semakin tidak akurat dan tidak lagi relevan digunakan sebagai panduan. Hasilnya, berbagai cuaca ekstrem berhasil dilalui tanpa harus mengalami kegagalan panen. Saat ini, Indramayu menempati posisi pertama sebagai produsen padi terbesar di Indonesia dengan jumlah 1,3 juta ton gabah kering pada 2021.
Kesuksesan para petani Indramayu dalam mengantisipasi perubahan iklim, tentu bisa ditularkan ke petani-petani lain di berbagai wilayah di Indonesia. Namun persoalannya adalah tidak semua petani rajin dan tekun mencatat curah hujan setiap pagi. Penggabungan hasil catatan curah hujan sejumlah petani sangat penting, namun di lapangan sepertinya tidak sederhana. Setelah data catatan curah hujan terkumpul dari sejumlah petani, bagaimana cara melakukan analisis data tersebut juga bukan perkara mudah bagi para petani. Untuk menjawab sejumlah tantangan tersebut diperlukan suatu produk berupa alat pemantau curah hujan otomatis berskala lokal yang terintegrasi dengan data server, yang kami berinama Sistem Informasi Curah Hujan Lokal (Si-Cuhal).
Si-Cuhal dikembangkan oleh Dr. Eng. Supriyanto, M.Sc dan tim yang bernaung di bawah Departemen Geosains, FMIPA UI. Si-Cuhal adalah sistem informasi curah hujan lokal berupa alat pemantau curah hujan otomatis berskala lokal yang terintegrasi dengan data server. Produk inovasi ini mencatat curah hujan otomatis setiap 10 menit dari minimal 20 titik lokasi di suatu kabupaten dengan area pertanian atau perkebunan yang luas. Hasil pencatatan dikirim setiap 10 menit ke data server melalui jaringan GSM atau internet 4G. Hasil pencatatan curah hujan dalam bentuk diagram curah hujan harian/aktual, diagram curah hujan bulanan, diagram curah hujan tahunan, dan zona hujan akan disajikan melalui aplikasi website dan aplikasi android. Prediksi musim tanam berdasarkan hasil analisis data juga akan ditampilkan dalam aplikasi sebagai pertimbangan para petani dalam mengolah lahan pertanian. Produk inovasi Si-Cuhal dapat membantu para petani mempersiapkan musim tanam dengan memperhatikan perubahan cuaca dalam skala lokal dan merupakan alternatif yang lebih murah dibandingkan dengan produk impor yang saat ini tersedia. Produk inovasi Si-Cuhal telah melalui ujicoba di lapangan dan sedang dalam proses pengajuan paten serta sertifikat kalibrasi.

Gambar 1: SI-CUHAL (Sistem Informasi Curah Hujan Lokal) Sumber: https://sulteng.antaranews.com/berita/305640/iu-ciptakan-platform-si-cuhal-untuk-pantau-curah-hujan

Gambar 2: Produk inovasi Si-Cuhal sejalan dengan 4 (empat) poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Sistem pemantau curah hujan lokal (Si-Cuhal) berfungsi untuk mencatat curah hujan secara otomatis dan mudah diakses. Produk inovasi ini sangat berguna bagi para petani untuk mempersiapkan musim tanam ataupun pola tanam dengan memperhatikan perubahan cuaca dalam skala lokal yaitu dalam suatu wilayah kabupaten. Hal ini sejalan dengan 4 (empat) poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (SDGs).
Terkait hal ini, Direktur Direktorat Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi (DIRBT UI), Chairul Hudaya, Ph.D., menyampaikan: “Inovasi Si-Cuhal menjadi salah satu bentuk nyata kontribusi Universitas Indonesia dalam menghadirkan solusi berbasis sains dan teknologi untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Kami berharap Si-Cuhal dapat diadopsi lebih luas agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh para petani di berbagai daerah.”
Lebih jauh, pengembangan Si-Cuhal diharapkan menjadi bagian dari transformasi menuju pertanian modern di Indonesia. Seperti disampaikan oleh Dr. Eng. Supriyanto, M.Sc., “Semoga kehadiran Si-Cuhal dapat mendukung ke arah pertanian presisi (precision farming) sehingga produksi hasil pertanian Indonesia semakin meningkat menuju swasembada pangan.”
Penulis: M. Iqram



