Pendidikan vokasi di Indonesia tengah menghadapi tantangan serius yang berdampak langsung pada kualitas lulusan dan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tertinggi berasal dari lulusan sekolah vokasi, baik SMK maupun Diploma. Fenomena ini menjadi indikator adanya kesenjangan signifikan antara kompetensi lulusan vokasi dengan kebutuhan nyata di Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
Kesenjangan ini tidak hanya sekadar angka statistik, tetapi merupakan masalah nyata yang dirasakan di lapangan. Banyak siswa yang sedang menjalani program magang justru ditempatkan pada posisi yang tidak relevan dengan jurusan atau keterampilan yang sedang mereka tekuni. Contohnya, siswa jurusan Teknik Komputer dan Jaringan yang seharusnya mendapatkan pengalaman kerja di bidang teknologi informasi, justru ditempatkan sebagai kasir atau posisi administrasi umum. Hal ini tentu tidak memberikan nilai kedalaman bagi pengembangan kompetensi mereka.
Situasi ini menjadi perhatian serius Sakubi Teknologi Indonesia (Sakubi), sebuah perusahaan rintisan (startup) teknologi pendidikan yang merupakan binaan Direktorat Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi Universitas Indonesia (UI). Berangkat dari pengalaman pribadi para pendirinya, yang berlatar belakang pendidikan vokasi dan kepedulian pada dunia pendidikan, Sakubi lahir dengan misi untuk menjadi jembatan penghubung antara pendidikan vokasi dengan industri yang sebenarnya.
CEO Sakubi, Nisa Ismundari Wildan, menjelaskan bahwa pengalaman lapangan menunjukkan masih lemahnya sinergi antara sekolah vokasi dengan dunia industri. “Kami pernah menjumpai banyak siswa magang yang tidak mendapatkan penugasan sesuai bidangnya. Sekolah pun kerap mengaku kesulitan menemukan mitra industri yang relevan. Kondisi ini jelas menghambat perkembangan kompetensi lulusan,” ujarnya.

Gambar 1: Sakubi menyelenggarakan program PKL skema video editor level 2 dengan siswa dari SMK Ma’arif Jakarta
Sakubi hadir bukan sekadar sebagai penghubung antara sekolah dan perusahaan, melainkan menawarkan sebuah solusi komprehensif untuk memastikan program pemagangan berjalan terstruktur berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Wahyu menjelaskan, “setiap tugas yang diberikan DUDI tentu adalah sebuah pembelajaran bagi peserta magang. Baik yang sesuai jurusan maupun tidak. Kami tidak melarang DUDI memberikan tugas diluar jurusan peserta magang. Namun magang terstruktur kami memastikan mayoritas tugas yang diberikan mentor industri sesuai dengan kesepakatan di awal yang mana sesuai jurusannya.”
Anisya menambahkan, “Seringkali, pembelajaran yang didapatkan peserta magang sangatlah menarik, namun mereka tidak mampu menyajikannya dalam bahasa yang menjual di dalam CV. Karena itu, di akhir periode magang, kami selalu memberikan pendampingan khusus untuk penyusunan CV. Tujuannya adalah agar pengalaman berharga mereka selama magang dapat tertulis dengan baik. Harapan kami, CV tersebut mampu membuat perekrut tertarik, terutama jika lowongan kerja yang tersedia sesuai dengan bidang yang pernah mereka tekuni saat magang.”

Gambar 2: Sakubi menempatkan Siswa SMK Kesehatan Pelita Ilmu dan SMK Bhakti Insani di startup ATM Sehat untuk program kelas industri tenaga pemeriksa kesehatan dasar
Beberapa langkah strategis yang diusung Sakubi meliputi menjembatani DUDI dan sekolah vokasi dengan secara aktif menghubungkan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja terampil dengan SMK maupun perguruan tinggi vokasi yang mencari penempatan magang berkualitas; memastikan relevansi tugas magang dengan menjamin setiap tugas yang diberikan selama program magang selaras dengan jurusan siswa dan mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI); mengembangkan sistem informasi pemagangan untuk mengelola dan memantau seluruh proses magang mulai dari pencarian lowongan relevan hingga pelaporan kemajuan siswa, sehingga memudahkan sekolah mengakses peluang magang yang sesuai dan industri memonitor performa siswa secara langsung; serta menekankan transfer pengetahuan dari mentor industri melalui proses belajar yang terdokumentasi dan terukur guna memastikan terjadinya alih pengetahuan langsung dari praktisi industri kepada siswa.

Gambar 3: Program PKL administrasi profesional level 2, siswa dari smk citra negara
“Menyatukan perspektif SMK dan Dunia Usaha/Dunia Industri (DUDI) dalam pengembangan sistem informasi ini merupakan sebuah tantangan tersendiri,” ungkap Wahyu. “Akan tetapi, tujuan yang ingin dicapai Sakubi mengubah tantangan itu menjadi sesuatu yang menyenangkan.” Rizky Adi menambahkan.
Visi besar Sakubi adalah memperbaiki citra dan kualitas pendidikan vokasi di Indonesia. Dengan memperkuat link and match antara pendidikan dan industri, Sakubi berharap dapat membantu menekan angka pengangguran lulusan vokasi sekaligus mengubah persepsi masyarakat bahwa pendidikan vokasi memiliki kualitas dan daya saing setara dengan jalur pendidikan akademik lainnya.
Bagi Sakubi, pendidikan vokasi yang kuat adalah kunci dalam menciptakan tenaga kerja terampil yang siap menghadapi tantangan industri modern. Dengan memastikan proses magang berjalan sesuai standar dan relevan dengan kebutuhan industri, para lulusan vokasi diharapkan dapat langsung beradaptasi dan berkontribusi di dunia kerja.
Nisa menambahkan, “Kami percaya bahwa keberhasilan program magang bukan hanya diukur dari penempatan siswa di perusahaan, tetapi dari seberapa besar mereka mendapatkan pengalaman kerja nyata yang sesuai bidangnya. Itu yang kami perjuangkan di Sakubi.”

Gambar 4: Program kelas industri teknisi akuntansi Junior, siswa dari SMKN 1 Depok
Sebagai startup binaan Universitas Indonesia, Sakubi mendapatkan dukungan pembinaan dari Direktorat Inovasi dan Riste Berdampak Tinggi UI. Dukungan ini meliputi pengembangan produk, pendampingan bisnis, hingga memperluas jaringan kerja sama dengan berbagai mitra industri dan sekolah vokasi di seluruh Indonesia.
Direktur Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi UI, Chairul Hudaya, Ph,D., mengapresiasi terobosan yang dilakukan Sakubi. “Inovasi seperti Sakubi ini adalah contoh nyata bagaimana riset dan kreativitas sivitas akademika dapat menjawab permasalahan riil di masyarakat. Sesuai dengan arahan Pak Rektor, kami mendorong agar inovasi ini mampu menjadi solusi strategis untuk memperkuat hubungan antara pendidikan vokasi dan industri,” ujarnya.
Dengan kombinasi teknologi, jejaring industri, dan pendekatan pendidikan yang terstruktur, Sakubi optimis dapat menjadi penggerak perubahan dalam pendidikan vokasi Indonesia. Harapannya, setiap lulusan vokasi memiliki kompetensi yang tepat, relevan, dan siap bersaing di pasar kerja nasional maupun global. Sakubi membuktikan bahwa inovasi di bidang pendidikan tidak hanya sebatas pembaruan kurikulum, tetapi juga membangun ekosistem yang memfasilitasi interaksi langsung antara dunia pendidikan dan industri. Dengan langkah ini, masa depan pendidikan vokasi di Indonesia diharapkan akan lebih cerah, kompetitif, dan mampu mencetak tenaga kerja yang benar-benar siap pakai.
Penulis: M. Iqram



