Oculab: Inovasi Berbasis AI untuk Percepatan Diagnosis Tuberkulosis di Indonesia

Diagnosis tuberkulosis (TB) masih menjadi tantangan besar dalam sistem kesehatan nasional. Proses pemeriksaan mikroskopis BTA (Basil Tahan Asam) yang dilakukan secara manual membutuhkan waktu lama dan kerap menyebabkan kelelahan mata pada teknisi laboratorium. Rata-rata teknisi hanya mampu memproses 10–20 slide per hari (sekitar 5–10 sampel pasien), angka yang jauh di bawah kebutuhan nasional, mengingat Indonesia mencatat lebih dari satu juta kasus TB hingga saat ini. Keterlambatan analisis lebih dari lima jam pun dapat menurunkan kualitas sampel sputum dan akurasi deteksi. Kondisi ini menciptakan bottleneck dalam diagnosis TB, menghambat pemantauan pengobatan, serta meningkatkan risiko penularan.

Menjawab permasalahan tersebut, tim Oculab menghadirkan solusi inovatif berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi pemeriksaan mikroskopis TB. Sistem Oculab bekerja dengan memproses rekaman video dari mikroskop dan mengekstraksi frame-frame penting untuk dianalisis oleh model AI. Teknologi ini kemudian menandai area yang diduga mengandung bakteri tahan asam (BTA) dan menampilkan hasil awal yang dapat ditinjau ulang oleh teknisi laboratorium.

Hasil uji awal menunjukkan bahwa Oculab mampu meningkatkan akurasi pembacaan preparat BTA hingga 87% dan mempercepat proses analisis menjadi hanya sekitar 10 menit per sampel. Dengan bantuan penandaan otomatis dari AI, teknisi dapat bekerja lebih efisien, mengurangi risiko kesalahan akibat kelelahan, serta mempercepat waktu diagnosis dan monitoring pengobatan TB.

Gambar: Aplikasi Oculab

 

Ke depan, tim Oculab tengah menyiapkan pilot testing di laboratorium daerah dan Puskesmas serta melakukan integrasi dengan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) milik Kementerian Kesehatan. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat rantai deteksi dini dan pelaporan kasus TB di tingkat nasional.

Dalam wawancara, Luthfi Misbachul Munir selaku perwakilan tim menyampaikan harapannya terhadap keberlanjutan inovasi ini “Melalui pilot testing dan integrasi dengan sistem kesehatan nasional, kami berharap Oculab dapat menjadi bagian dari solusi nyata dalam percepatan diagnosis TB di Indonesia. Inovasi ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang memperluas akses layanan kesehatan yang lebih cepat dan akurat bagi masyarakat di berbagai daerah,” ujar Luthfi.

Menanggapi hal tersebut, Chairul Hudaya, Ph.D., selaku Direktur Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi Universitas Indonesia, menyampaikan bahwa dukungan melalui program UI Incubate 2025 menjadi salah satu bentuk nyata komitmen UI dalam memperkuat ekosistem inovasi nasional. “Program UI Incubate 2025  dirancang untuk mempercepat perjalanan riset menjadi produk inovatif yang siap diterapkan di masyarakat. Oculab merupakan contoh nyata bagaimana inovasi mahasiswa dan peneliti UI mampu menjawab tantangan kesehatan nasional dengan solusi berbasis teknologi. Kami berharap program ini terus melahirkan inovator muda yang membawa dampak sosial dan ekonomi nyata,” ujar Chairul.

Tim pengembang Oculab terdiri dari Luthfi Misbachul Munir, Muhammad Rasyad Caesarardhi, Dyah Laksmi Mahyastuti, Alifiyah Ariandri, Bunga Aura Prameswari, Annisa Az Zahra, Rangga Yudhistira Brata, dan Indri Klarissa.