Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia, termasuk jenis Gracilaria verrucosa yang banyak dibudidayakan di berbagai wilayah pesisir. Selama ini, pemanfaatan rumput laut lebih banyak difokuskan pada sektor pangan dan industri makanan. Padahal, kandungan polisakarida pada rumput laut memiliki potensi besar untuk dikembangkan di bidang farmasi, khususnya sebagai bahan tambahan obat atau eksipien. Di sisi lain, industri farmasi di Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku impor, termasuk superdisintegran seperti Primojel®, Explotab®, dan Ac-Di-Sol®. Ketergantungan ini tidak hanya berdampak pada biaya produksi, tetapi juga melemahkan kemandirian industri farmasi nasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan eksipien berbasis sumber daya lokal yang melimpah, murah, dan efektif untuk diaplikasikan dalam formulasi sediaan obat.
Berangkat dari kondisi tersebut, para peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Prof. apt. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Ph.D. sebagai ketua, bersama anggota tim Kevin Dio Naldo, Rezwendy, dan Revi Pribadi, berhasil menemukan dan mengembangkan metoda isolasi mucilago polisakarida dari rumput laut Gracilaria verrucosa sebagai superdisintegran pada tablet cepat hancur atau Fast Disintegrating Tablets (FDT). Superdisintegran sendiri merupakan komponen penting dalam formulasi tablet yang berfungsi mempercepat proses hancurnya tablet setelah dikonsumsi sehingga zat aktif dapat segera dilepaskan dan memberikan efek terapeutik yang lebih cepat.
Metoda isolasi yang dikembangkan meliputi serangkaian tahapan, dimulai dari pembersihan dan pengeringan rumput laut untuk menghilangkan kotoran serta kadar air, penyerbukan menjadi serbuk halus, maserasi dalam metanol pada suhu 85°C dengan agitasi terkontrol, pengendapan menggunakan aseton dingin, pengeringan pada oven bersuhu 50–60 °C, hingga pengayakan untuk menghasilkan serbuk mucilago dengan ukuran seragam. Serbuk mucilago yang diperoleh kemudian diuji berdasarkan sifat alir, indeks kompresibilitas, indeks mengembang, viskositas, pH, serta kekuatan gel untuk memastikan kualitas dan konsistensinya.
Dalam pengujian fungsional, valsartan digunakan sebagai obat model. Tablet cepat hancur (FDT) yang dihasilkan dengan mucilago Gracilaria verrucosa sebagai superdisintegran dievaluasi melalui berbagai parameter mutu, meliputi keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu pembasahan, waktu hancur, serta profil disolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa superdisintegran dari mucilago rumput laut ini mampu menghasilkan produk FDT yang cepat hancur hanya dalam waktu 13 detik, serta memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV.

Gambar 1: Hasil Presipitasi ekstrak menggunakan pelarut aseton
Penemuan ini memiliki nilai strategis karena mampu menghadirkan alternatif bahan tambahan farmasi berbasis sumber daya lokal, sekaligus mengurangi ketergantungan pada superdisintegran impor yang selama ini mendominasi industri farmasi. Dengan demikian, pemanfaatan Gracilaria verrucosa tidak hanya terbatas pada sektor pangan, tetapi juga berkembang menjadi bahan baku penting dalam industri farmasi.

Gambar 2: Ekstraksi G. verrucosa dengan metode maserasi dan refluks
Prof. apt. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Ph.D., selaku peneliti utama menyampaikan bahwa hasil uji coba membuktikan kemampuan eksipien ini mempercepat waktu hancur tablet di rongga mulut dibandingkan formulasi konvensional. “Keberhasilan uji coba ini diharapkan tidak berhenti hanya pada penelitian, tetapi bisa ditindaklanjuti hingga tahap produksi oleh industri bahan baku, sehingga benar-benar dapat digunakan secara luas di industri farmasi nasional,” ungkapnya.
Menurutnya, pengembangan ini tidak hanya memberikan manfaat ilmiah, tetapi juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan. “Kami berharap inovasi ini mampu meningkatkan nilai ekonomi sumber daya hayati lokal, sekaligus mendorong kemandirian serta ketahanan industri farmasi nasional,” jelas Prof. Silvia.
Gambar 3: Hasil Uji Kekerasan dan Waktu Pembasahan FDT Valsartan
Menanggapi inovasi ini, Direktur Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi UI, Chairul Hudaya, Ph.D., menyampaikan apresiasinya. “Inovasi ini menunjukkan bahwa sumber daya alam Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi bahan baku farmasi bernilai tinggi. Sesuai dengan arahan Rektor UI, kami terus mendorong peneliti agar menghasilkan riset berdampak yang tidak hanya bermanfaat secara akademis, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi masyarakat serta mendukung kemandirian bangsa,” ujarnya.
Penemuan ini diharapkan dapat memperkuat kemandirian Indonesia dalam pengembangan eksipien farmasi berbasis alam serta membuka peluang ekonomi baru, termasuk peningkatan nilai tambah bagi para petani rumput laut di tanah air.
Penulis: M. Iqram



