Lateral Flow Immunoassay sebagai Metode Cepat dan Terjangkau untuk Skrining Kanker Prostat oleh Tim FKUI-RSCM

Kanker prostat merupakan salah satu penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada pria dan menempati urutan kelima di dunia. Angka kejadiannya tinggi di negara maju dan terus meningkat di Asia, bahkan diproyeksikan melonjak hingga 100 persen pada tahun 2040. Di Indonesia, prevalensi kanker prostat mencapai 0,2 per 1000 penduduk, atau sekitar 25 ribu kasus pada tahun 2013. Meskipun ketersediaan urolog dan panduan dari Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) telah mendorong peningkatan angka deteksi, sebagian besar pasien masih terdiagnosis pada stadium lanjut akibat rendahnya kesadaran serta keterbatasan akses terhadap skrining Prostate-Specific Antigen (PSA).

Pemeriksaan PSA konvensional hanya tersedia di fasilitas kesehatan tertentu, membutuhkan serum, dan relatif mahal dengan biaya berkisar antara Rp500.000 hingga Rp2.000.000 per pemeriksaan. Jika skrining dilakukan pada seluruh pria berusia 50 tahun ke atas di Indonesia, total biaya yang diperlukan dapat mencapai sekitar Rp15 triliun. Kondisi ini menjadikan pemeriksaan PSA kurang inklusif bagi masyarakat luas. Padahal, berbagai studi membuktikan bahwa metode skrining PSA berbasis teknologi sederhana mampu menekan biaya hingga 80% dengan tetap mempertahankan sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Atas dasar itulah, dikembangkanlah alat skrining PSA berbasis lateral flow immunoassay (LFIA) sebagai solusi inovatif yang lebih terjangkau, cepat, dan merata.

Alat deteksi dini Prostate-Specific Antigen (PSA) merupakan perangkat medis yang digunakan untuk mengetahui kadar PSA dalam tubuh seseorang, baik dari sampel darah serum maupun darah kapiler. PSA adalah protein yang diproduksi oleh kelenjar prostat, dan peningkatannya dapat menjadi penanda adanya kelainan pada organ tersebut, mulai dari hiperplasia prostat jinak, infeksi, hingga kanker prostat. Sebagai alat skrining awal, deteksi dini PSA memungkinkan identifikasi risiko kanker prostat lebih cepat sehingga pasien bisa segera mendapatkan pemeriksaan lanjutan. Saat ini, bentuk pemeriksaan PSA beragam, mulai dari metode kuantitatif di laboratorium seperti ELISA hingga rapid test berbasis LFIA yang mampu memberikan hasil kualitatif atau semi-kuantitatif hanya dalam hitungan menit.

Gambar 1: Komponen strip LFIA dengan format uji sandwich untuk kuantifikasi tPSA. Dimodifikasi dari Srinivasan et al. (2018).

Inovasi skrining PSA berbasis lateral flow immunoassay (LFIA)  dikembangkan dengan tujuan mendeteksi kanker prostat pada tahap awal ketika peluang pengobatan lebih besar, memperluas akses layanan kesehatan terutama di wilayah dengan keterbatasan fasilitas, serta menurunkan biaya pemeriksaan dibandingkan metode laboratorium konvensional. Teknologi ini memiliki sejumlah keunggulan, di antaranya adalah membantu menemukan kanker lebih dini sehingga prognosis pasien lebih baik, memberikan hasil dalam waktu cepat, serta lebih murah dibandingkan tes PSA kuantitatif di laboratorium. Selain itu, alat ini mudah diakses karena dapat digunakan di puskesmas atau klinik kecil tanpa memerlukan laboratorium canggih, hanya membutuhkan sedikit sampel darah, dan prosedurnya sederhana. Dengan harga yang terjangkau, jangkauan skrining dapat diperluas sehingga lebih banyak pria usia risiko dapat diperiksa, yang pada akhirnya akan menurunkan angka keterlambatan diagnosis.

Lateral flow immunoassay (LFIA)  bekerja berdasarkan prinsip imunokromatografi dengan memanfaatkan strip nitroselulosa yang mengandung antibodi anti-PSA. Sampel darah kapiler atau serum diteteskan ke area uji, lalu antigen PSA akan berikatan dengan antibodi yang tersedia dan membentuk kompleks imun. Kompleks ini bergerak sepanjang membran hingga mencapai area garis uji dan garis kontrol, kemudian menghasilkan sinyal berupa garis berwarna. Hasil dinyatakan positif apabila muncul dua garis (C dan T), negatif jika hanya satu garis kontrol (C), dan tidak valid bila garis kontrol tidak muncul. Dengan cara kerja yang sederhana namun akurat, LFIA menghadirkan pemeriksaan yang lebih cepat, mudah, dan dapat menjangkau masyarakat luas.

Gambar 2: LFIA strip yang dikembangkan diuji menggunakan sampel dari pasien kanker prostat.

Prof. Dr. dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, Sp.U(K), Ph.D., dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menegaskan pentingnya kemandirian bangsa dalam menghadirkan alat skrining ini. “Harapan kedepannya, alat ini bisa diproduksi di Indonesia sehingga kita tidak perlu bergantung pada impor. Selain itu, harga dapat ditetapkan dari dalam negeri sehingga semakin banyak masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan alat tersebut, termasuk rumah sakit yang lebih mampu menggunakannya. Dengan demikian, kemungkinan besar program asuransi kesehatan juga dapat memasukkan alat ini dalam pembahasan sehingga deteksi dini bisa lebih terjangkau dan digunakan secara luas di Indonesia,” ujarnya.

Senada dengan itu, Direktur Direktorat Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi Universitas Indonesia, Chairul Hudaya, Ph.D., menekankan pentingnya hilirisasi riset agar manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. “Inovasi ini merupakan bukti nyata bahwa hasil penelitian di kampus tidak berhenti di laboratorium, tetapi dapat dikembangkan menjadi produk yang berdampak luas. Kami mendorong agar kolaborasi dengan mitra industri segera terwujud, sehingga alat ini bisa diproduksi massal dalam negeri. Dengan begitu, Indonesia dapat lebih mandiri dalam teknologi kesehatan sekaligus memastikan akses deteksi dini kanker prostat semakin merata,” jelasnya.

Pengembangan alat deteksi dini kanker prostat berbasis LFIA menjadi langkah penting dalam upaya pemerataan layanan kesehatan di Indonesia. Kehadirannya diharapkan mampu menekan biaya skrining secara signifikan, meningkatkan peluang diagnosis dini, dan menurunkan angka kematian akibat kanker prostat. Pada akhirnya, inovasi ini tidak hanya memberi manfaat klinis, tetapi juga mendukung kemandirian bangsa dalam penanganan kanker prostat dengan solusi teknologi medis yang lebih inklusif.

 

Penulis: M. Iqram