Klaussa Inovasi AI Fasilkom UI untuk Modernisasi Dunia Hukum

Akses layanan hukum di Indonesia masih lambat, mahal, dan tidak merata. Banyak perusahaan kesulitan menjaga compliance karena dokumen, proses, dan aturan terus berubah. Tim legal juga sering terjebak dalam pekerjaan repetitif yang menghabiskan waktu. Kondisi ini menciptakan kebutuhan akan alat hukum yang cepat, akurat, dan praktis. Menjawab tantangan tersebut, tim mahasiswa Fasilkom UI menghadirkan Klaussa sebuah platform legal productivity berbasis AI yang dirancang untuk membantu corporate legal teams dan pengacara bekerja lebih efisien.

Startup yang lahir dari riset di UI Center for Legal Informatics (LEXIN) ini membangun AI co-pilot untuk pengacara dan tim legal perusahaan (in-house legal team), dengan fokus menyelesaikan pekerjaan hukum yang repetitif, memakan waktu, dan rentan kesalahan.

 Gambar 1: Website Klaussa

Direktur Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi UI, Chairul Hudaya, Ph.D., mengapresiasi capaian ini sebagai wujud nyata inovasi mahasiswa yang berdaya saing global. “Klaussa merupakan contoh bagaimana riset mahasiswa dapat berkembang menjadi solusi berdampak tinggi. Mereka berhasil mendapatkan pendanaan melalui skema Inkubasi dan Akselerasi UI Incubate, yang memang dirancang untuk mendorong inovasi agar siap tumbuh di pasar,” ujar Chairul.

Dalam penjelasannya, Bryan Jeshua, mahasiswa Fasilkom UI sekaligus CEO Klaussa, menuturkan bahwa perkembangan AI membuka peluang besar untuk meningkatkan efisiensi di dunia hukum. “Banyak pekerjaan legal yang sifatnya berulang dan menyita waktu. Melalui Klaussa, kami ingin membantu tim legal fokus pada pengambilan keputusan strategis, bukan sekadar tugas administratif,” ujarnya.

Klaussa menghadirkan tiga fitur utama untuk menjawab tantangan tersebut. Legal Research Assistant memanfaatkan retrieval augmented generation (RAG) untuk menampilkan peraturan yang relevan, memungkinkan pengguna “mengobrol” langsung dengan regulasi, serta melihat citation dan bunyi asli undang-undang.

Gambar 2: Fitur Klaussa

Fitur Smart Contract Analysis memungkinkan analisis otomatis terhadap kontrak dari berbagai pihak menggunakan sistem guardrail yang menandai potensi risiko dengan kode merah–kuning–hijau, lengkap dengan rekomendasi revisi yang dapat diterapkan langsung di Google Docs.

Sementara itu, fitur Pipeline (Agentic AI) memungkinkan AI membaca puluhan kontrak secara simultan dan mengekstraksi data penting hanya dalam hitungan menit—mempercepat proses yang sebelumnya bisa memakan waktu berhari-hari.

Klaussa dibangun di atas nilai-nilai curiosity, interdisciplinarity, dan equal legal access. Bryan menceritakan, ide ini lahir secara organik dalam diskusi santai bersama rekan-rekannya—bahkan saat sedang menikmati barbeku. Dari percakapan sederhana itu, muncul gagasan untuk menguji kemampuan AI dalam meningkatkan produktivitas di ranah hukum.

Diskusi mereka kemudian berkembang melibatkan para dosen dan puluhan praktisi hukum dari berbagai firma untuk memetakan empat masalah utama: pekerjaan repetitif, sulit diskalakan, risiko human error tinggi, dan kebutuhan akan waktu penyelesaian yang lebih cepat (faster turnaround time).

Pendekatan lintas disiplin inilah yang membuat Klaussa menarik perhatian ekosistem teknologi, termasuk Google Indonesia, Google Vietnam, dan NVIDIA.

Tentang visi ke depan, Bryan Jeshua Mario Timung menegaskan, “Kami ingin Klaussa menjadi standar baru bagi tim legal di Indonesia—membangun budaya hukum yang lebih cepat, terukur, dan berbasis data,” ujarnya.